Senin, 24 Juni 2013

Mengejar Jodoh



          Gelap gulita. Itulah yang sedang melanda kost cowok gemes – Geng Mesum. Keputusan PLN untuk menggilir jatah padam listrik mendapat konfontrasi dari semua warga kost. Apalagi bagi mahasiswa lapuk yang baru saja mendapat gairah untuk menyusun lagi skripsi yang belum juga kunjung ACC.

            “Pas lagi mikir keras, dapat ide....trus diketik, dan....Beeettt! gelap! Lampu mati!! Rasaya tuh-- ”
            Kata si mahasiwa lapuk itu, menahan kedongkolannya.
“Mungkin memang Tuhan telah memberikan kode untuk tidak usah ngurusin skripsi lagi!” hibur hatinya kemudian dengan posisi siap untuk molor kembali.
Beda kamar tentu beda aktifitas. Meskipun suasana gelap dan mencekam, namun tiga cowok penghuni kost gemes itu berkumpul. Melingkari sebuah lilin yang berdiri sedikit miring di lantai kamar.
Bukan karena sedang praktik pesugihan ngepet. Tapi, di malam itu adalah hari sakral bagi ketiga cowok kece itu. Hari ulang tahun.
“Nasib banget yah kita! Ulang tahun pas lampu mati! Persis kayak hidup kita yang gelap dan tak terprediksi!” celoteh Begi, mahasiswa asal Jakarta itu.
“What? Kita? Lo aja kali! Gue ogah!” balas Ryan yang tidak sependapat dengan  kawan kentelnya itu. Tangannya masih mencoba menghalau angin yang mencoba menyerang sang nyala lilin.
Sambil melindungi nyala lilin dari amukan angin, mereka bertiga menatap lekat-lekat jam weker yang juga sudah ada  di lantai. Jam 12 tepat, adalah ulang tahun mereka bertiga. Meskipun di hari yang berbeda, namun bulan Maret adalah bulan dimana umur mereka bertambah satu angka. Begi di tanggal 20 Maret, Ryan di hari ke 23 dan Pedro di akhir bulan, tanggal 30. Namun, mereka selalu kompak merayakannya pas bulan Maret datang, tanggal 1 Maret.
“Betul juga tuh si Begi! Nyatanya, hidup kita bertiga gelap, gak berwarna, dan gak jelas!” Pedro akhirnya angkat bicara gak mau kalah.
“So, kita kudu punya resolusi nih! Di umur gue yang 20 men 19 hari, gue gak mau gini-gini aja! Harus ada Perubahan, men!” usul Begi sok diplomatis.
Matanya menyala-nyala bak nyala lilin yang sedang ia jaga. Karena saking semangatnya, sampai lilin yang ada di depannya hampir padam oleh CO2 yang menyembur kuat dari mulut lebarnya itu.
“Tapi, kira-kira apa yah? IP bagus?” tanya Begi dengan menurunkan intonasi, takut lilin di depannya benar-benar padam.
“Gak penting!” kata Pedro cepat
“Karier sambil kuliah?” tanya Ryan yang ngebet jadi model majalah dan bintang iklan.
“Gak asyik tuh!” giliran Begi berkomentar.
“Jadi apa dong?” tanya Ryan nyerah.
“Oh! Gue tahu!!” teriak Pedro dengan senyum yang menakutkan mirip Suzana di film Ratu Buaya Putih.
“Ogah kalo gue suruh nungguin lilin di belakang kos lagi! ide lo pasti gak jauh dari yang gaib-gaib, Pe!” protes Begi yang pernah jadi korban ide gila Pedro.
“Benaran! Gak ada kaitannya ma dukun or pesugihan! Suweeerrr kewer kewer!”
“Trus apa, ide lo?” tanya Ryan bijak.
“Cari pacar!”
Sunyi. Klop dengan suasana gelap yang mendominasi. Begi dan Ryan saling bertatapan heran. Namun, keduanya lantas berpikir dengan ide yang Pedro usulkan.
“Gimana?” kata Pedro exciting, “c-mon man! 20 tahun masih aja jomblo! Ah...gak banget!” provokasi Pedro kepada dua teman kosnya itu.
“Catet! Gue belum genap 20 tahun! Masih men 22 hari!” protes Ryan kesal.
“Boleh juga usul lo, Pe!” kata Begi sambil mangut-mangut.
“Kalo kalian berdua sudah ok! Gue juga ikut, deh!” akhirnya kata-kata setuju dari Ryan terucap juga.
“Jadi Deal?!” tanya Pedro meyakinkan kembali dua sahabatnya.
“Dealll!!!” kata Ryan dan Begi bersamaan.
 “So, target kita sekarang, sebelu kita lulus, kita harus sudah punya cewek! Jodoh kita masing-masing!!” jelas Pedro dengan semangat revolusi diikuti anggukan mantap kedua penjaga lilin lainnya.
Suara jam weker yang telah lama mereka tunggu akhirnya menjerit dengan suara khasnya. Jam 12, pertanda lilin yang telah mereka jaga sekuat tenaga itu harus segera ditiup.
“Sudah siap?” tanya Begi mengomando.
“Ambil posisi!” teriaknya lagi.
Sontak ketiga mahasiswa itu mengambil posisi, melingkar, berbalik badan, dan membelakangi satu batang lilin yang berdiri sedikit miring di lantai.
“Dan.....” Begi mengambil nafas panjang. Seperti mencari kekuatan dalam isapan nafasnya. Ryan dan Pedro pun melakukan hal yang sama.
“Mulai!!!” Teriak Begi mengakhiri komando dengan suara yang sedikit ngeden.
Setelah komando dari Begi, suara-suara yang variatif keluar dari pantat mereka yang terjulur mendekati api lilin. Kentut mereka pun saling beradu, merebutkan nyala api yang harus mati.
“Pruuuuttt.....Brooottttt......Pretek-peretek....Pesssshhhh!”
Dan berhasil! Lilin itu akhirnya padam.
Mereka pun terharu. Dapat merayakan ulang tahun yang belum genap ke 20 bersama-sama, tanpa kue, tanpa balon, atau nyanyian happy birthday. Cukup dengan suara kentut! Namun dibalik euforia kesunyian pesta ulang tahun itu, ada satu janji yang terpatri dalam hati.
Mengejar jodoh!
###

Model : Prasinta, Satria, Andi

Senin, 03 Juni 2013

Aku, Dia, dan Kamu



Aku tak pernah menyangka, bahwa ‘keangkuhan’ yang membuatku terluka, kini malah menjadi obat paling mujarab. Yang pernah membuatku jatuh tak berdaya, namun sekaligus menjadi dongkrak untuk bangkit membuka mata. 

Aku menghempaskan napas kuat-kuat. Mencoba mengingat kembali kisah masa lalu yang terpatri di hati.

        Tanganku mulai menari di atas keyboard. Mengalirkan semua kenangan di ceruk hati terdalam lewat sebuah kata. Aku pun bersiap dengan tangis, meratapi lembar hidup yang sudah terjadi.

            “Ah! Menangis lagi!” pekik hatiku

            Aku memang terlalu cengeng, jika menumpahkan kembali kisah hidupku. Atau terlalu berani? Entahlah! 

Aku kembali teringat teoriku tentang kunci dan gembok hati. Dulu aku hanya berpikir, hanyalah dia yang menggenggam kunci hatiku. Sampai aku mengimani tidak ada perempuan lain yang bisa membuatku jatuh cinta. 

Lalu pertanyaan muncul di benakku,“Kalau tidak dia? Apakah hatiku juga tidak bisa terbuka”

            Tunggu dulu! Hidup yang mengajarkanku. Dengan putaran episode masa lalu, ternyata secara tidak sadar lubang gembokku telah berubah, menjadi bentuk lain seperti bentuk kunci yang kuinginkan. 

“Dan itu kamu! kuncimu!! Aku rela belajar mencintai kamu! Menunggu kamu! Bukankah itu yang selalu kamu ajarkan kepadaku, tentang makna cinta yang selalu membebaskan, tidak mengikat! Kini aku bebas! Bisa belajar mencintai, kamu!”

Ah hanya teori! 

Akupun kembali fokus di layar 14 inch di depanku, dengan lagu kesuakaan yang mengalun indah, aku memulai, menulis dari kata menjadi kalimat, dari kalimat menjadi sebuah kisah, sebuah cerita hidup tentang keangkuhanku, dia, dan kamu!