Senin, 03 Juni 2013

Aku, Dia, dan Kamu



Aku tak pernah menyangka, bahwa ‘keangkuhan’ yang membuatku terluka, kini malah menjadi obat paling mujarab. Yang pernah membuatku jatuh tak berdaya, namun sekaligus menjadi dongkrak untuk bangkit membuka mata. 

Aku menghempaskan napas kuat-kuat. Mencoba mengingat kembali kisah masa lalu yang terpatri di hati.

        Tanganku mulai menari di atas keyboard. Mengalirkan semua kenangan di ceruk hati terdalam lewat sebuah kata. Aku pun bersiap dengan tangis, meratapi lembar hidup yang sudah terjadi.

            “Ah! Menangis lagi!” pekik hatiku

            Aku memang terlalu cengeng, jika menumpahkan kembali kisah hidupku. Atau terlalu berani? Entahlah! 

Aku kembali teringat teoriku tentang kunci dan gembok hati. Dulu aku hanya berpikir, hanyalah dia yang menggenggam kunci hatiku. Sampai aku mengimani tidak ada perempuan lain yang bisa membuatku jatuh cinta. 

Lalu pertanyaan muncul di benakku,“Kalau tidak dia? Apakah hatiku juga tidak bisa terbuka”

            Tunggu dulu! Hidup yang mengajarkanku. Dengan putaran episode masa lalu, ternyata secara tidak sadar lubang gembokku telah berubah, menjadi bentuk lain seperti bentuk kunci yang kuinginkan. 

“Dan itu kamu! kuncimu!! Aku rela belajar mencintai kamu! Menunggu kamu! Bukankah itu yang selalu kamu ajarkan kepadaku, tentang makna cinta yang selalu membebaskan, tidak mengikat! Kini aku bebas! Bisa belajar mencintai, kamu!”

Ah hanya teori! 

Akupun kembali fokus di layar 14 inch di depanku, dengan lagu kesuakaan yang mengalun indah, aku memulai, menulis dari kata menjadi kalimat, dari kalimat menjadi sebuah kisah, sebuah cerita hidup tentang keangkuhanku, dia, dan kamu!

2 komentar: