Berderet cangkir kosong di sebelah meja itu
membisu. Berjejer
rapi seperti barisan para anggota TNI. Hanya tinggal secangkir kopi yang masih
utuh, namun kepulan asapnya lamat-lamat
telah lenyap. Tangan gadis itu menopang kepala yang seolah berton-ton beratnya.
Dia tidak peduli,
jika rambut pendeknya menjadi acak-acakan. Dengan mata terpejam, kemudian ia gerak-gerakkan lengannya ke atas,
ke samping, hingga ke bawah. Sesekali dia menyeruput sedikit cairan hitam kental
di sampingnya. Meskipun telah dingin, namun sensasi damai
yang tiada tanding masih sanggup ia cercap. Dia rela, jika harus meneguk
beberapa cangkir kopi lagi. Asalkan bisa
menemukan tempat persembunyian dari sang
inspirasi.
Dayu Reswara, gadis bertubuh langsing itu
harus pasrah hanya duduk tanpa sedikit pun inspirasi menghampiri. Layar laptope
di meja kerjanya itu kosong,
putih, tanpa satu kata pun terketik. Blower Apple yang sudah setengah
jam berdengung semakin menambah bingung. Dia mulai resah, kepalanya kian terasa pening parah. Dengan cepat, tangannya mengibas-kibaskan poni rambutnya
yang selalu menjulur
ke depan. Ditambah dengan gerakan-gerakan
absurd lainnya, ia persis seperti orang gila. Bukan terlihat sebagai seorang sastrawan, Dayu
malah mirip dengan orang kesurupan.
Sebagai seorang penulis dan wakil Pemred di salah satu
majalah wanita terkenal, kebiasaan aneh Dayu ini sudah tidak mencengangkan
lagi. Jika tidak ada ide atau inspirasi, dengan sendirinya tangannya akan
bergerak-gerak bebas. Layaknya seorang dukun yang sedang memanggil arwah, mulutnya
juga ikut komat-kamit merapal mantra ajaib.
“Ide datanglah.. Inspirasi datanglah.. ide datanglah..”
Dalam ikhtiar yang tidak sebentar, akhirnya yang ia tunggu-tunggu
datang. Ide itu muncul. Berupa embrio dalam otaknya. Embrio ide itu kemudian
tumbuh dan berkembang, membesar dan semakin membesar. Sampi terasa mau meledak.
Sebelum hal itu terjadi, ia buru-buru ingin menumpahkan ledakan ide itu di
layar putih laptopnya. Namun, saat jemari lentiknya akan menyentuh keyboard,
smartphone di sampingnya berdering hebat.
“Aaaarggghhh!! Siapa sih? Ganggu aja!” umpatnya dalam hati.
Dia marah. Takut ide-ide dalam tengkoraknya raib oleh
suara berisik HP yang menggerutu tak tahu malu. Dengan lincah dia menyambar
gadget kesayangan, menekan layarnya dan siaga dengan makian andalannya.
“Aku lagi sibuk! Kenapa sih selalu nelpon di waktu yang
salah?” terocos Dayu geram.
Terdengar suara lembut seorang pria menjawab, “Maaf Yu,
bukan maksud untuk ganggu kamu dan kerjaan kamu! Cuman mak...”
“Panggil aku Day!” potong Dayu cepat, “aku paling sebel
kamu panggil, Yu! Emangnya aku YUYU!”
“Iya, Yu..eh Day!” kata lelaki itu sedikit gugup.
“Dah ah, lagi sibuk nih. Natar malem ketemuan aja! Oke! Bye!”
kata Dayu mengakhiri obrolan pagi itu secara paksa.
Hasratnya sudah tidak bisa ia tahan lagi. Dia atas
keyboard, tangannya kepalang tak sabar ingin menumpahkan semua ledakan ide dari
otaknya. Dalam kekhusyukannya meramu semua ide dan inspirasi menjadi cerita
hidup, imajinasinya melambung tanpa batas. Tidak ada dimensi waktu yang
berlaku, semua berhenti, bergumul di ranah dunianya. Hingga ia tersadar, telah
menorehkan beribu-ribu kata dalam kanvas laptopnya. Tanpa beban, mengalir dan
terus mengalir, sampai meluber ke sela-sela hatinya.
23 maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar